A. Surah Al-Furqan ayat 67
1.
Lafal dan Terjemahannya
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ
يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَمًا
Artinya: “ Dan
(termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila
menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di
antara keduanya secara wajar” (Q.S Al-Furqan/25: 67).
2.
Isi
Kandungan Surah Al-Furqan ayat 67
Isi kandungan Surah Al-Furqan ayat 67 dijelaskan bahwa
orang-orang yang dikasihi oleh Allah swt. adalah orang yang:
a. tidak terlalu boros dalam mengeluarkan infak,
b. mengatur antara pengeluaran dan pengeluaran sesuai
kebutuhan,
c. Tidak membiarkan keluarga mereka dalam kelaparan,
d. Menurunkan hak-hak keluarga mereka,
e. adil terhadap keluarga mereka,
f. tidak boros (berlebihan) dan tidak kikir.
B. Surah Al-Isra’ ayat 26-27
1.
Lafal
dan Terjemahannya
وَاٰتِ ذَالْقُرْبٰى حَقَّهُ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ
وَلَاتُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا (26) اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْآ اِخْوَانَ
الشَّيٰطِيْنِ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا (27)
Artinya:
26) “Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghamburhamburkan
(hartamu)
secara boros.
27)
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan
itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isrä’/17: 26-27)
2.
Isi
Kandungan
a. Kandungan
ayat 26
Ayat ini berisi perintah Allah agar kita
memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Kata wa äti dalam bahasa Arab berarti pemberian
sempurna. Maksud pemberian
sempurna di sini tidak hanya
memberikan materi melainkan juga hal-hal yang bersifat imaterial, seperti kasih
sayang, rasa aman, dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud keluarga dekat
dalam ayat ini adalah keluarga yang masih terdapat hubungan darah atau karena
adanya ikatan perkawinan. Realistis yang ada pada masa sekarang ini perolehan
rezeki antara kerabat keluarga dilihat dari kuantitasnya. Dengan adanya
perbedaan perolehan rezeki inilah yang melatarbelakangi ajaran dalam ayat ini.
Sedangkan yang dimaksud dengan ibnu sabil dalam ayat ini adalah orang-orang yang
meninggalkan kampung halaman atau keluarganya demi kebaikan. Adapun
fakir miskin yang
dimaksud adalah orang yang hidupnya kekurangan sehingga tidak ada lagi harta
yang mereka miliki. Di akhir ayat ini menjelaskan tentang larangan Allah bagi
kaum muslimin membelanjakan harta secara boros. Pemborosan dalam ayat ini,
tersirat pada kata
tabzir, dipahami oleh para ulama sebagai
pengeluaran harta yang bukan pada jalur kebaikan.
b. Kandungan ayat 27
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa para pemboros adalah
saudara setan. Kata ikhwan, adalah bentuk jamak dari kata akhun yang biasa diterjemahkan saudara. Secara etimologi, kata ini pada mulanya berarti
persamaan atau keserasian. Ayat ini seolah-olah menegaskan bahwa seorang pemboros dapat disamakan dengan setan dalam hal
keserasian akan sifat-sifat yang mereka miliki.
Penambahan kata känu mengisyaratkan kemantapan persamaan dan persaudaraan itu. Selain itu, kata kafür pada ayat tersebut berarti sebuah bentuk
penyifatan setan yang dimiripkan dengan pemboros tersebut.
Karena sikap boros dalam membelanjakan harta dapat mengantarkannya menjadi ingkar terhadap Allah. Di sinilah
terjadi pengaruh setan terhadap sang pemboros. Orang yang memiliki sifat pemboros
tersebut di akhirat kelak akan berkumpul dengan setan di neraka. Mereka akan mendapatkan azab atau siksaan yang
sangat pedih.
C. Surah Al-Isra’ ayat 29-30
1.
Lafal
dan Terjemahan
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا
كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَحْسُوْرًا (29) اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ وَيَقْدِرُ اِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرً
بَصِيْرًا (30)
Artinya:
29) “Dan
janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
(pula) engkau
terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela
dan menyesal.
30)
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
membatasi (bagi
siapa yang Dia kehendaki); Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui,
Maha Melihat
hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Al-Isrä’/17: 29-30)
2.
Isi Kandungan
Allah swt. dalam ayat
29 menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta, yaitu Allah swt.
melarang orang menjadikan tangannya terbelenggu pada leher. Ungkapan ini adalah
lazim dipergunakan oleh orang-orang Arab, yang berarti larangan berlaku bakhil.
Allah melarang orang-orang yang bakhil, sehingga enggan memberikan harta kepada
orang lain, walaupun sedikit. Sebaliknya, Allah juga melarang orang yang
terlalu mengulurkan tangan, ungkapan serupa ini berarti melarang orang yang
berlaku boros membelanjakan harta, sehingga belanja yang dihamburkannya
melebihi kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan ayat ini
dapat dipahami bahwa cara yang baik dalam membelanjakan harta ialah
membelanjakannya dengan cara yang layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan
tidak terlalu boros.
Kemudian, dalam ayat
30 Allah swt. menghibur Rasul-Nya dan kaum muslimin bahwa keadaan mereka tidak
mampu itu hanyalah bersifat sementara. Sifat itu bukanlah hina di hadapan
Allah, akan tetapi semata-mata karena kehendak Allah yang memberi dan mengatur
rezeki. Allah swt. menjelaskan bahwa Dia-lah yang melapangkan rezeki kepada
siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-Nya, dan Dia pulalah yang
menyempitkannya.
D.
Surah Al-Qasas Ayat 79-82
1.
Lafal dan Terjemahan
فَخَرَجَ عَلٰى
قَوْمِهِ فِيْ زِيْنَتِهِ قَالَ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا يٰلَيْتَ
لَنَا مِثْلَ مَآ اُوْتِيَ قَارُوْنُ اِنَّهُ لَذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ (79) وَقَالَ
الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلُكُمْ ثَوَابُ اللهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقّٰهَآ اِلَّا الصّٰبِرُوْنَ (80) فَخَسَفْنَا بِهِ
وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ فَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ (81) وَاَصْبَحَ الَّذِ
يْنَ تَمَنُّوْا مَكَانَهُ بِالْاَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَاَنَّ اللهَ يَبْسُطُ
الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلَآ اَنْ مَّنَّ اللهُ
عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَاَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكٰفِرُوْنَ (82)
Artinya:
79) “Maka
keluarlah (Qarun) kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang
yang
menghendaki
kehidupan dunia: “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang
telah
diberikan
kepada Qarun. Sesungguhnya Dia benarbenar mempunyai keberuntungan yang besar”.
80) Tetapi
orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: “Celakalah kamu! ketahuilah pahala
Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan
(pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar”.
81) Maka Kami
benamkan (Qarun) beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu
golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan ia tidak termasuk
orang-orang yang dapat membela diri.
82) Dan
orang-orang yang kemarin mengangan-angankan kedudukannya (Qarun) itu, berkata:
“Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi sipapa yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya). Sekiranya Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya pada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah
kiranya tidak akan beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”.
(Q.S. Al-QaÃaÃ/28: 79-82)
2.
Isi
Kandungan
Pada ayat 79 ini Allah swt. menerangkan, bahwa pada suatu
hari Qarun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan pakaian yang megah dan
perhiasan yang berlebih-lebihan, dalam suatu iring-iringan yang lengkap dengan
pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk mempertontonkan ketinggian dan kebesarannya
kepada manusia. Yang demikian itu adalah sifat yang amat tercela, kebanggaan
yang terkutuk, bagi orang yang berakal dan berpikiran sehat. Hal itu
menyebabkan kaumnya terbagi dua. Orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi
berharap semoga kiranya dapat juga memiliki sebagaimana yang dimiliki Qarun,
yaitu harta yang bertumpuk-tumpuk dan kekayaan yang berlebih-lebihan. Menurut
mereka yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.
Pada ayat 80,
orang-orang yang berilmu dan berpikiran waras menganggap bahwa cara berpikir
orang-orang yang termasuk golongan pertama tadi sangat keliru dan dianggapnya
satu bencana besar dan kerugian yang nyata, karena mereka lebih mementingkan
kehidupan dunia yang fana dari kehidupan akhirat yang kekal abadi itu. Golongan
kedua berpendapat bahwa pahala di sisi Allah bagi orang-orang yang percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh, jauh lebih baik dari harta
golongan pertama yang bertumpuk-tumpuk itu, karena apa yang di sisi Allah kekal
abadi, sedang apa yang dimiliki manusia akan lenyap dan musnah.
Kemudian, pada ayat
81 Allah swt. menerangkan akibat kesombongan dan keangkuhan Qarun. Ia beserta
rumahnya dan segala kemegahan dan kekayaannya dibenamkan ke dalam bumi. Tak ada
yang dapat menolongnya dari azab Allah itu, baik perorangan maupun golongan
secara bersama-sama. Ia sendiri tidak dapat membela dirinya.
Pada ayat 82 Allah
swt. menerangkan bahwa orang-orang yang tadinya bercitacita mempunyai kedudukan
dan tempat terhormat seperti yang pernah dimiliki Qarun, dengan seketika mereka
mengurungkan cita-cita mereka setelah menyaksikan azab yang ditimpakan kepada
Qarun, yaitu dibenamkan bersama segala kekayaan yang ada padanya ke dalam bumi
dan tak seorangpun yang dapat menolongnya. Mereka menyadari bahwa banyaknya
harta benda dan kesenangan menikmati kehidupan duniawi yang serba mewah, tidak
menunjukkan keridaan Allah swt. bagi pemiliknya. Allah memberi kepada yang
dikehendaki, dan tidak memberi kepada yang tidak dikehendaki. Allah meninggikan
orang yang dikehendaki dan merendahkannya. Kesemuanya itu adalah berdasarkan
kebijaksanaan Allah dan ketetapan yang telah digariskan-Nya.